Syarifuddin Arifin
Meski Ranting Ibu Melapuk
meski
dadanya kempes
ibu masih menyimpan susu
ketika menyapih anak-anaknya
ibu masih menyimpan susu
ketika menyapih anak-anaknya
meski
ia tak subur lagi
ibu tetap menanam harapan
agar anak-anaknya subur
ibu tetap menanam harapan
agar anak-anaknya subur
meski
sayap anak-anaknya melebar
ibu menunggu di ranting kering
menanti mereka hinggap melepas lelah
ibu menunggu di ranting kering
menanti mereka hinggap melepas lelah
meski
ibu sudah tiada
anak-anak tetap merindukan
kasih sayangnya
merindukan puting susunya
merindukan tanahnya yang subur
merindukan ranting keringnya kembali merimbun dedaun
anak-anak tetap merindukan
kasih sayangnya
merindukan puting susunya
merindukan tanahnya yang subur
merindukan ranting keringnya kembali merimbun dedaun
sampai
hari ini
anak-anak ibu masih menyemai
harapan demi harapan
di tanah ibu yang selalu subur
anak-anak ibu masih menyemai
harapan demi harapan
di tanah ibu yang selalu subur
meski
ranting pepohonannya
semakin kering dan melapuk
karena benalu melilitnya
tanpa tidur tanpa kantuk
semakin kering dan melapuk
karena benalu melilitnya
tanpa tidur tanpa kantuk
(Padang, 2014)
Syarifuddin Arifin
Memahat
Ibu
memahat
ibu di garis matrilini
membingkai
bapak di jendela
menyekat
pilu mengiris hati
bengkalai
rampak di mana-mana
pergilah
buyung seberangi laut
nampakkan
semua kutukan dunia
rautlah
ruyung pembingkai mulut
pahatkan
namamu untuk ibunda
bapak
mengusir dilecut ibu
gadis
termenung sarat do’a
anak
menyisir meraup ilmu
‘tuk
garis penghubung silsilah
(Padang, 2012)
Syarifuddin Arifin
, lahir di Jakarta 1
Juni 1956, memasuki Akademi Ilmu Komunikasi (AIK)
dan ST-KIP Sumbar,
Menulis
puisi dan cerpen yang dimuat di berbagai media cetak nasional serta antologi
bersama nasional.Pada 2014 menerima Anugerah
Puisi Dunia 2014 dari Numera Malaysia, penyair ini tinggal Padang.