Budhi Setyawan
Seorang Nenek Mengunyah
Sirih di Tubir Senja
sore
turun perlahan dibimbing matahari
yang
meniti tangga awan dan kabut sepi
menuju
bilik di sebelah barat gunung
yang
renung
seorang
nenek berambut putih
meraba
arah tertatih
karena
ada selimut di matanya
juga
selaput di telinganya, maka
tangan
kirinya menggapai gapai dinding
anyaman
bambu yang miring
mencari
pegangan yang biasa terjamah
untuk
berjalan keluar dari pintu rumah
lantas
duduk di teras
lalu
terkekeh lepas
ia
buka kotak dari anyaman pandan
meski
tak bisa ulurkan pandangan
mengambil
selembar daun sirih
lalu
dioleskan liat putih kapur dengan menahan perih
dilipatnya
sirih itu dan ditempelkan ke bibir
dan
kemudian dikunyahnya, melawan getir
bergerak
gerak pipinya yang tak lagi ranum
perpaduan
mengunyah dan mengulum
dan
dalam beberapa hitungan kunyah
memainkan
susur tembakau ke mulutnya lincah
hingga
kemudian saat ia meludah
masih
tersisa celoteh menggetah:
mengapa
sirih kini tak segurih dulu
mengapa
kapur tak seajur dulu
dan
sore menuju senja
langit
menjadi merah jingga
seperti
warna ludah di tanah
di
lingkup usia gelisah
remang
menatap mata basah
nenek
yang menyimpan resah
mengemuka
luka
anak
anaknya pergi dan lupa
2015
Budhi Setyawan
Perempuan yang Mengirim
Bekal Makan Siang Suaminya di Sawah
1/
pada
kuncup pagi
perempuan
itu melepas suaminya
bergegas
menuju sawah
untuk
mencangkul musim, menanam harapan
dan
merawat semangat agar tetap tumbuh
sementara
ia kembali ke dapur
menyiapkan
bahan dan bumbu untuk sayur
mengolah
yang segar menjadi megar
aroma
masak yang mengundang desak
karena
hawa dingin mesti dihangatkan
dengan
pacuan gerak dan kepak
2/
ketika
matahari lurus sorotnya di ubun
ia
melangkahkan hati dan kakinya
menemui
suami yang menunggu
di
dangau sederhana yang dekapkan pukau
di
antara sawah yang hamparkan sejuk pandang
seperti
menyusupkan kelegaan ke pori tubuh
meluluskan
syukur ke langit teduh
lalu
dibukanya bekal dari bakul
yang
tadi berada di gendongan
ada
nasi putih, sayur kuah nangka muda
tempe
goreng dan ikan asin
tak
lupa sambal terasi
serta
rindu yang tak pernah habis
meski
kenyataan tajam mengiris
ia
merasa cukup bahagia
melihat
suaminya makan dengan lahapnya
diselingi
bercakap hal keseharian
seperti
basah mandi di pancuran
ia
pun menduga duga
apakah
ini sebagian rasa surga
3/
pada
sore yang sepi dan sepoi
ia
akan menanti lelakinya
dengan
sepenuh degupan
lalu
berharap malam hadir lancar
dengan
doa cinta berkeriap di kamar
karena
dalam temaram ia pun akan menjadi
sawah
atau ladang yang gembur
yang
akan dicangkul oleh suami
sebagai
lelaki petani sejati
2015
Budhi Setyawan, dilahir Purworejo, 9 Agustus
1969. Adalah seorang
penyair produktif puisinya banyak dimuat di berbagai media nasional dan turut
dalam banyak antologi bersama nasional. Antologinya
antara lain Kepak Sayap Jiwa (2006), Penyadaran (2006), Sukma Silam (2007). Penyair ini tinggal di Bekasi Jawa barat.