Julia Hartini
Menunggu Kepulangan
sambil
menunggu kepulangan maka biarkan aku menaruh melati
menghitung kelopak yang merintik cinta
seperti kali pertama seorang pemuda menanamkannya
sepuluh tahun yang lalu
ketika subuh didengungi jawi di ujung surau
menghitung kelopak yang merintik cinta
seperti kali pertama seorang pemuda menanamkannya
sepuluh tahun yang lalu
ketika subuh didengungi jawi di ujung surau
manakala
ingatan bisa ditebus dengan jarak keberadaan
maka pertemuan bisa kuulum di hadapan tubuhnya
yang membawa tanggung jawab dan rasa lelah
dengan rindu yang berserak
maka pertemuan bisa kuulum di hadapan tubuhnya
yang membawa tanggung jawab dan rasa lelah
dengan rindu yang berserak
ruang
semesta,November 2014
Julia Hartini
Bermain Hujan
kecipak
waktu itu tamsil tawa basah
masa kencur yang tumpah di tanah sawah
atau bibir selokan yang membawa kami berlintasan tanpa getir
di antara dingin yang alpa cahaya
masa kencur yang tumpah di tanah sawah
atau bibir selokan yang membawa kami berlintasan tanpa getir
di antara dingin yang alpa cahaya
kemudian
kami,
menukar kelakar riang bersama dahaga yang sering datang
bercakap tentang pepohon atau jejalan becek di depan beranda senja
ketahuilah,
tiada waktu mengasingkan diri di balik layar paling maya
menukar kelakar riang bersama dahaga yang sering datang
bercakap tentang pepohon atau jejalan becek di depan beranda senja
ketahuilah,
tiada waktu mengasingkan diri di balik layar paling maya
ruang
semesta, November 2014
Julia Hartini, penyair ini lahir di Bandung 19 Juli 1992 memasuki Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI). Tulisannya dimuat di Harian Umum Galamedia, Republika, Inilah
Koran, Pikiran Rakyat, Metro Riau, dan Radar Banten. Penyair ini tinggal di Bandung Jawa
Barat