Sofyan RH. Zaid
Melanjutkan
Sejarah
Rg
Bagus Warsono adalah salah satu -dari sedikit orang- yang sadar pentingnya
dokumentasi (sastra) untuk berlangsungnya sebuah sejarah, sebab –meminjam
kalimat Maman S Mahayana- lupa dokumentasi, maka tuna sejarah.
Kesadaran tersebut
diwujudkan dengan cara mengundang para penyair indonesia mengirimkan puisi
dengan tema tertentu dan diseleksi, kemudian secara mandiri dikumpul-terbitkan
dalam satu buku tiap tahunnya. Lumbung
Puisi Sastrawan Indonesia jilid I dan II adalah buku yang telah beredar di
khalayak, selanjutnya jilid III ini.
Terlepas
dari buku tersebut sebagai dokumentasi sastra atau bukan, upayanya layak
mendapat apresiasi yang tinggi. Sebagaimana lazimnya buku dokumentasi sastra
yang lahir dan menjadi perdebatan yang hangat, pro dan kontra tidak bisa
dihindari; siapa nama-nama yang masuk dan siapa yang melakukan dokumentasi.
Namun hal itu merupakan sesuatu yang wajar sebagai sebuah dinamika, pertanda
sastra masih ada.
Hanya
di antara riuh perdebatan dan kritik pedas itu, kita kadang lupa bahwa H.B
Jassin sekalipun yang dikenal sebagai kritikus adalah sosok yang sabar
melakukan kerja dokumentasi sepanjang hidupnya. Bayangkan jika H.B Jassin tidak
pernah ada dalam sejarah sastra kita. Itulah kenapa A Teeuw sangat yakin bahwa;
kerja pertama seorang kritikus sastra adalah dokumentasi karya.
Secara
jujur, saya ucapkan terima kasih kepada Rg Bagus Warsono atas perjuangan dan
sumbangsinya bagi sejarah, selebihnya biarlah sastra sebagai benda hidup budaya
yang menunjukkan siapa diri kita sebenarnya terus berjalan dan berubah, seperti
perempuan dan cuaca. “Pendek kata, saya tidak perlu ambil pusing mengenai
penilaian yang akan diberikan masa depan pada hasil karya saya, karena saya
tidak dapat berbuat apapun terhadap penilain itu,” kata Jean-Paul Sartre.
11 April 2015