Budhi Setyawan
Bertakzim pada Kesederhanaan
Perempuan desa. Dua kata ini dapat dikatakan
punya hakikat yang sama terhadap kehidupan, yaitu menjadi ibu. Perempuan
diharapkan akan menjadi ibu kehidupan, ibu bagi anak-anaknya. Demikian juga
desa, sebuah wilayah hunian awal manusia yang dominan tergantung pada kegiatan
dengan alam lingkungan primer seperti kebun, sawah, hutan, sungai, laut, dan
lain-lain. Desa adalah ibu bagi kota-kota, yang terus bertumbuh dan kemudian
banyak kota yang lupa pada desa. Kenapa kesederhanaan dipertanyakan? Jelas ini harus lebih digaungkan ketika zaman mulai dirasuki berbagai wajah manis kemajuan teknologi. Tangan semampai teknologi yang gemulai, yang sebenarnya lahir dari kapitalisme, telah menyulap arus keseharian usia manusia ke jalan konsumerisme. Dengan berbagai iklan dan propaganda bergerak cepat ke setiap sudut kehidupan manusia. Perempuan yang kodratinya menyukai materi, maka dapat menjadi sasaran empuk tangan-tangan manis teknologi itu.
Kesederhanaan diharapkan masih ada pada perempuan yang ibu, yang mengolah putaran kehidupan. Apa jadinya jika makin banyak yang mengejar kemilau hal yang sesungguhnya sampingan dan melupakan sesuatu yang pokok dan utama. Maka diperlukan untuk melihat dan memupuk lagi rasa santun kepada alam, empati pada orang lain, kecintaan sosial dan kebersamaan, gigih, menyegerakan tugas pokok, dan lain-lain. Dengan terpeliharanya kesederhanaan sebagai manusia, diharapkan menjadi kesederhanaan yang akan menjaga masa depan bagi kemanusiaan.