LPSI Jilid III Antologi dengan Rekomendasi



Antologi Lumbung Puisi sastrawan Indonesia mengucapkan

Penulis Antologi Lumbung Puisi sastrawan Indonesia mengucapkan 
Terima kasih Kepada :
Bapak Sosiawan Leak, dosen tamu fakultas sastra di beberapa universitas di Jateng, Bapak Drs. Wardjito Soeharso,Widyaswara di Badan Diklat Prop. Jateng, Ibu Dyah Setyawati , Tokoh perempuan penyair Indonseia di Tegal, Bapak Ali Arsy (Ali Syamsudin Arsi, MPd.) aktifis pendidikan di Banjarbaru Kalteng, Bapak Hasan Bisri BSC, tokoh penyair dan pimpinan sanggar sastra di Bogor Jabar, Bapak Budhi Setyawan, MPd. , aktifis pendidikan dan pimpinan sanggar sastra di Bekasi, Bapak Sofyan RH Zaid , Aktifis pendidikan serta tokoh penyair di Jakarta, Bapak Drs, Thomas Haryanto Soekiran, aktifis pendidikan dan pimpinan sanggar Sastra, Tari dan Teater di Purworejo Jateng dan Bapak Nurochman Soedibyo YS, SPd. ( Ki Tapa Kelana ) seniman di Tegal, dan segenap keluarga HMGM di Tanah Air , atas terbitnya Lumbung Puisi sastrawan Indonesia Jilid III 2015 
Semoga amal ibadahnya mendapat imbalan dari Yang Maha Kuasa. Amien.

Selamat dan Sukses atas terbitnya Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III

Selamat dan Sukses atas terbitnya Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III
Teruntuk Penyair Nusantara 
001. Roni Nugraha Syafroni. (Kota Cimahi )
002. I Putu Wahya Santosa (Kab.Buleleng)
003. Julia Hartini,( Bandung )
004. Ahmad Samuel Jogawi (Pekalongan).
005. Devi Yulianti Wafiah , (kab Bandung )
006. Ayu kusuma dewi,(Maumere,NTT)
007. Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru)
008. Ari Susanto,(Kebumen)
009. Osratus Sutarso (Sorong, Papua)
010. En Kurliadi Nf (Bekasi)
011. Sumrahadi (Munadi Oke)(Pesisir Selatan,Sumbar)
012. Hasan Maulana A.G (Subang)
013. Novia Rika Perwitasari. (Jakarta)
014. Budhi Setyawan, (Bekasi)
015. Ferry Willi Riawan (Surabaya)
016. Syarif hidayatullah, (Banjarmasin)
017. Fience Mokoginta,(Kotamobagu)
018. Anggi Putri, (Surabaya)
019. Niken Kinanti, (Pati)
020. Imam Khanafi, (Kudus)
021. Panji Subrata, (Pati)
022. Gampang Prawoto (Bojonegoro)
023. Nazri Z. Syah,(Aceh)
024. Akhmad Nurhadi Moekri (Sumenep)
025. BJ Aroki. (Pontianak)
026. Arif Rahman Hakim (Padang)
027. Aditya D. Sugiarso (Demak)
028. Ach.Shobirn ( Pontianak)
029. Taty Toeryanti Noer,
030. Aloeth Pathi, (Pati)
031. Kurnia Fajar (Wonogiri)
032. Alek Brawijaya (Teluk Kijing Sumatra Selatan)
033. Nuraini (Surakarta)
034. Alias, (Kendari)
035. Sofyan RH. Zaid (Sumenep)
036. Ukrowiyah (Kediri)
037. Markhatul Hamidah (Tangerang Selatan)
038. Syarifuddin Arifin (Padang)
039. Norool Fahriyah, (Pulang Pisau, Kalteng)
040. Dasuki Kosim (Indramayu)
041. Ayuning Tyas Muji Rahayu (Gresik)
042. Wahyu Hidayat( Banyuwangi)
043. Fitry Nurul Hanie (Medan)
044. Ni Made Rai Sri Artini (Kab Badung ,Bali)
045. Selendang Sulaiman (Badung Bali)
046. Yose Rizal Triarto (Cirebon)
047. Muakrim M Noer Soulisa (Maluku Tengah)
048. Sokanindya Pratiwi Wening (Aceh Utara)
049. Hasan Bisri BFC (Bogor)
050. Wadie Maharief (Yogyakarta)
051. Herlina Priyambodo (Jakarta)
052. Eddie MNS Soemanto (Padang)
053. Irawati (Pidie)
054. Dewa Sahadewa (Kupang)
055. Saifa Abidillah (Bantul)
056. Darman D. Hoeri (Malang)
057. Soekoso DM (Purworejo)
058. Joni Affandi (Cirebon)
059. Nurjanah Nasution (Medan)
060. Buana K.S (Sidoarjo Jawa Timur)
061. A. Rosidi (Sumenep)
062. Abu Ma’mur MF(sumenep)
063. Ikvan Hadi Prasetyo (Surabaya)
064. Alif Raung Firdaus (Jember)
065. Hartina Samosir (denpasar)
066. Edi Purwanto(Lampung Selatan)
067. Andre Wijaya (Binjai Sumatera Utara)
068. Tara Kartika Soenarto (Surakarta)
069. Imamah Fikriyati Azizah (Klaten)
070. Seruni Unie (Solo)
071. Tri Okta Argarini (Kediri)
072. Elvandarisa Astandi (Malang)
073. Purwanto (Surakarta)
074. Shonhaji (Sidoarjo )
Semoga Lumbung Puisi terus terpelihara bagi dokumentasi sastra terkini Indonesia. Salam Sastra Indonesia
HMGM Indonesia

Apa kata Wardjito Soeharso:





Wardjito Soeharso:

Perempuan itu Selalu Indah

   Perempuan asalkatanya per-empu-an. Empu dalam bahasa Jawa kuno  berarti yang dihormati, yang dipuja. Jadi, perempuan berarti mereka yang dihargai, dihormati, dihargai, karena kodratnya sebagai rahim darimana manusia itu dilahirkan. Perempuan menempati posisi terhormat dalam budaya kita. Bahkan ada pemeo: Surga berada di bawah telapak kaki ibu.
   Perempuan itu memang istimewa. Perempuan cantik dalam stereotipe budaya kita adalah yang tubuhnya halus, perangainya lembut, penampilan sederhana. Oleh karena itu, ketika kita disodori gambaran perempuan desa, tentulah di kepala kita sudah ada gambar sosok perempuan sederhana dengan balutan pakaian seadanya, tubuh yang halus gemulai, dengan senyum manis selalu mengembang di bibir.
   Tak heran, perempuan desa menjadi salah satu obyek menarik yang muncul dalam imaginasi penyair. Ya, perempuan itu selalu indah. Indah dari keberadaannya dan indah untuk mengisi relung imaginasi, juga dalam bentuk puisi.

Apa Kata Dyah Setyowati :




Dyah Setyowati :

   “Perempuan desa,dg rona pipi yg alami , santun dan sederhana pun mampu ikut menopang tiang keluarga , tangan trampilnya tangkas memangkas padi bunting, meronce jaring  ,membatik dlsb. Perempuan Desa jngn cuma ingin kerja ke manca. Semoga perempuan ,kartini kita tak mudah terkena budaya cosmo , mari wanitaku tetaplah jadi panutan ,sebab dari rahimmu nanti lahirlah tunas bangsa yg berkwalitas . Perempuan Desa miss u”

Apa kata Ali Syamsudin Arsi:



Ali Syamsudin Arsi:

Ruang Terbuka Imajinasi

   Terbuka, ruang jelajah tema tak jauh dari gerak tubuh sendiri hingga mampu masuk sampai ke celah-celah terjauh, celah-celah terdalam. Ini kepada puisi, terkadang kepada ruang lain mungkin sulit melangkah karena pengurai ‘benang kusut setiap pikiran dan perasaan’ entah sebagai logika nyata secara kasat mata atau mengaduk-aduk angka demi angka bahkan hitungan demi hitungan dari bongkahan besar berpanjang digit sampai pula kepada pecahan-pecahana selain satuan, puluhan, ratusan, ribuan, jutaan, milyar bahkan triliunan – bukankah itu yang diotak-atik oleh regim penguasa – dari laporan paling bawah ke bentuk laporan paling atas sebagai bentuk bahwa sekian yang dikeluarkan dan sekian didapatkan.
   Kepada puisi, kepada diri sendiri, kepada kata, kepada makna, kepada ruang terbuka bernama imaji.
Terbuka ruang jelajah imajinasi.
   Bila saja “Perempuan Desa” itu memasuki ruang istana maka ia jelas akan menjadi pusat penglihatan semua pasang mata, tak berkedip, sekejap juga tak mau lepaskan pandang. Tak sampai di situ tentunya, gemulainya lembut telapak kaki di gemericik air gunung berbatu-batu, maka desirlah kehadiran gerai lentik bulu matanya, senyumnya adalah rona merah pipinya. Indonesia, kita sangat memilikinya, karena Indonesia mengerti ranum embun di rimbun daun.
Terbuka ruang jelajah imajinasi bernama Indonesia dalam rona merah dan pelupuk mata perempuan desa.
   Sampai detik ini sejauh mana Indonesia melupakan keluguan ucap dan gerak gemulainya. Indonesia, teramat jauh melangkah hingga samar dari getar-getar yang ada di dalam syaraf tubuhnya sendiri, kepada puisi kepada ruang terbuka imajinasi. Melupakan lumbung remah-remah bulir padi adalah awal langkah kehilangan dan mengundang datang segala bentuk tragedi. Indonesia hari ini juga untuk Indonesia nanti.  //Salam gumam asa, Banjarbaru, 5 April 2015.

Apa Kata Hasan Bisri BFC



Hasan Bisri BFC:
   Adakah yang lebih menarik dari lekuk dada perempuan sehabis mandi di sungai? Ataukah betis kaki yang menyerupai ranum batang padi yang menyembul dari kain batik? Ataukah bulir keringat yang mengalir dari pipi dan meleleh hingga ke jenjang  leher putih?
   Adakah yang lebih mengundang simpati dari keramahan, ketekunan dan ketabahan perempuan yang menjaring matahari di sawah-ladang dan pasar setiap pagi? Atau yang menyunggi harapan dan cita-cita di kepalanya karena fitrah sebagai manusia yang tak bisa dielakinya? Atau perempuan yang kehilangan sebagian peran suami sehingga di lengannya bergayut beban kerja bagi buah hati?
   Perempuan desa, ia sebagai personal ataupun makhluk sosial senantiasa menjadi sumber inspirasi dan obyek puisi yang tak habis-habisnya. Apalagi dalam perspektif kekinian: peran perempuan gampang bergeser, atau bahkan keluar dari jalur yang sudah berakar. Dari sektor domestik ke sektor publik. Adakah itu sebuah kesadaran ataukah hasil dari keterpaksaan? Maka  kita akan segera membaca: bondongan perempuan urban. Ramai-ramai menjadi tki. Tak malu-malu merambah dunia prostitusi. Tak heran menjadi perempuan di simpang jalan: perempuan desa yang berubah penampilan menjadi perempuan kota.
   Maka, betapa penting dan mendesak, ketika panitia Himpunan Masyarakat Gemar Membaca Indonesiaa mengusung tema “Perempuan Desa”. Ia akan menjadi semacam deteksi atau bahkan peringatan dini, sejauh mana kiprah sosial perempuan desa kiwari. Fenomena yang patut disukuri ataukah justru harus diwaspadai! Wallaahu a’lam bishshowab
Jakarta, 10 April 2015

Apa kata Budhi Setyawan



Budhi Setyawan
Bertakzim pada Kesederhanaan
   Perempuan desa. Dua kata ini dapat dikatakan punya hakikat yang sama terhadap kehidupan, yaitu menjadi ibu. Perempuan diharapkan akan menjadi ibu kehidupan, ibu bagi anak-anaknya. Demikian juga desa, sebuah wilayah hunian awal manusia yang dominan tergantung pada kegiatan dengan alam lingkungan primer seperti kebun, sawah, hutan, sungai, laut, dan lain-lain. Desa adalah ibu bagi kota-kota, yang terus bertumbuh dan kemudian banyak kota yang lupa pada desa.
   Kenapa kesederhanaan dipertanyakan? Jelas ini harus lebih digaungkan ketika zaman mulai dirasuki berbagai wajah manis kemajuan teknologi. Tangan semampai teknologi yang gemulai, yang sebenarnya lahir dari kapitalisme, telah menyulap arus keseharian usia manusia ke jalan konsumerisme. Dengan berbagai iklan dan propaganda bergerak cepat ke setiap sudut kehidupan manusia. Perempuan yang kodratinya menyukai materi, maka dapat menjadi sasaran empuk tangan-tangan manis teknologi itu.
   Kesederhanaan diharapkan masih ada pada perempuan yang ibu, yang mengolah putaran kehidupan. Apa jadinya jika makin banyak yang mengejar kemilau hal yang sesungguhnya sampingan dan melupakan sesuatu yang pokok dan utama. Maka diperlukan untuk melihat dan memupuk lagi rasa santun kepada alam, empati pada orang lain, kecintaan sosial dan kebersamaan, gigih, menyegerakan tugas pokok, dan lain-lain. Dengan terpeliharanya kesederhanaan sebagai manusia, diharapkan menjadi kesederhanaan yang akan menjaga masa depan bagi kemanusiaan.